Sponsor

22 Agu 2011

MENGENAL DIRI SENDIRI


"Orang yang memiliki pengetahuan tentang alam semesta, tetapi tidak mengenal dirinya sendiri sama saja dengan tidak tau apa-apa."
Jean De La Fontaine, 1679.

"Tok tok tok" bunyi sebuah pintu yang diketuk seseorang. “Siapa di situ?” Sebuah suara muncul dari dalam. Dengan refleks orang yang mengetuk itu menjawab “Saya, Tuan.” “Siapa kamu?” Tanyanya lagi. Ia pun menjawab “Saya Watung, Tuan.” “Apakah itu namamu?” “Benar, Tuan.” Namun orang itu malah bertanya kembali dengan nada yang sedikit meninggi “Aku tidak bertanya namamu. Aku bertanya siapa kamu.” Ia pun bingung lalu berkata “Eh, saya anak lurah, Tuan.” Wajahnya mulai plonga-plongo. Dengan pertanyaan yang hampir sama orang yang berada di dalam berkata “Aku tidak bertanya kamu anak siapa. Aku bertanya siapa kamu.” Watung pun semakin bingung entah apa yang harus ia jawab, ia pun berkata “Saya seorang insinyur, Tuan.” “Aku tidak menanyakan pekerjaanmu. Aku bertanya siapa kamu?” Dengan wajah yang masih plonga-plongo, akhirnya ia menjawab dengan jawaban yang sedikit agamis. “Saya seorang Muslim, pengikut Rasulullah SAW.” “Aku tidak menanyakan agamamu. Aku bertanya siapa kamu.” “Saya ini manusia, Tuan. Saya setiap Jumat pergi jumatan ke masjid dan saya pernah kasih sedekah. Setiap lebaran, saya juga puasa dan bayar zakat.” “Aku tidak menanyakan jenismu, atau perbuatanmu. Aku bertanya siapa kamu. ”Ia pun semakin bingung, bingung tak kepalang. Hingga akhirnya ia pun pergi karena terjegal oleh sebuah pertanyaan yang sungguh sederhana: siapa dirinya yang sebenarnya.

Kisah diatas mungkin sedikit saya adaptasi dan disesuaikan. Kisah diatas menceritakan tentang seorang yang bingung ketika ia ditanya siapakah dirinya, ia tidak mengenali dirinya sendiri, yang justru ia menjawab tentang apa-apa yang menempel pada dirinya seperti sebuah label. Entah itu nama, pekerjaan, agama, orang tua ataupun yang lainnya. Berbeda antara saya dengan tubuh saya. Saya bukanlah sekedar seseorang bernama Riz Raharyan, bukan juga seorang manusia yang menjadi pelajar, juga bukanlah sekedar orang yang bergama islam, pergi shalat jumat dan membayar zakat, tapi semua itu adalah saya. Maka saya adalah saya.

Mengenal diri sendiri bukan sekedar mengenal nama, alamat, usia, dan apa-apa yang tercantum dalam curiculum vitae. Dalam kehidupan sehari-hari, orang terbiasa untuk berhubungan dengan orang lain. Mereka mengembangkan berbagai cara komunikasi efektif dengan orang lain demi tercapainya tujuan. Demikian pula halnya dengan belajar mengenal diri sendiri, seseorang harus mengembangkan bentuk komunikasi timbal balik yang baik dengan dirinya sendiri agar tercipta tujuan hidupnya. Mengenal diri sendiri adalah proses dan hubungan timbal balik antara seseorang dengan dirinya sendiri dengan tujuan mengembangkan diri.

Bagaimana mungkin kita dapat mengembangkan diri sendiri apabila mengenali diri sendiri saja kita tidak bisa. Dengan mengenal diri sendiri, seseorang mengetahui apa yang mesti jadi tujuan hidupnya. Ia menyadari kemampuan dan bakat-bakatnya serta tahu bagaimana menggunakannya demi mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia lebih mampu menemukan makna dan kepenuhan dari hidupnya. Tuhan menciptakan kita sebagai manusia yang dasarnya hebat namun kata hebat itu hanya bisa dicapai lewat perjuangan dan proses belajar. Dalam proses belajar itulah kita perlu mengenali diri sendiri.

Apakah kita jujur pada diri kita sendiri ? Jika ya, maka jawablah dengan jujur, apakah kita benar-benar mengenal diri kita sendiri?

Dalam pergaulan yang kita lakukan, kita telah dikenal oleh begitu banyak orang dan tentunya setiap orang memiliki penilaian-penilaian tersendiri yang berbeda tentang diri kita di mata mereka, namun sebagai diri sendiri--meskipun terkadang masih saja ada orang yang belum mengenali dirinya(termasuk saya sendiri)-- setiap orang memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri. Pada kenyataannya penilaian dari orang lain sering kali tidak pas atau tidak cocok dengan apa yang kita rasakan. Namun bukan berarti penilaian diri sendiri itu lebih akurat dibandingkan penilaian orang lain. Karna penilaian terhadap diri sendiri bukan sekedar "ini diri saya, maka saya yang tahu" ataupun "gimana saya dan terserah saya". Untuk pembuktiannya, saya sedikit mengarang cerita namun berdasarkan kenyataan yang sering terjadi.

Berhubung saya malas memberi nama sebutlah saja sebagai Mr. X. Dia seorang laki-laki yang cerdas di bidang akademis. Berperawakan tinggi dan berkulit sawo matang, berwajah tegas dengan rambut yang sedikit bergelombang. Memiliki sifat yang baik dan ramah membuatnya telah banyak disukai orang, namun sayang seribu sayang. Ia memiliki sedikit kecacatan fisik, kakinya telah cacat sedari lahir padahal siapa yang menginginkannya? Ia menganggap dirinya bukanlah apa-apa dibandingkan teman-teman normalnya, ia selalu merasa minder dan karna itu ia telah menilai bahwa dirinya tidak patut diperhitungkan, ia menilai bahwa dirinya bernilai rendah di mata orang lain.

Namun siapa yang tahu dengan penilaian orang lain? Di mata orang lain, ia hanyalah seorang laki-laki yang nyaris sempurna. Semua orang menghormati karna kecerdasannya, semua orang menyukainya karna keramahannya bahkan keteguhan hatinya telah banyak menginspirasikan orang-orang hingga ia dihargai, tidak seperti apa yang ia pikirkan. Namun ia hanya memandang sebelah mata padahal positif yang ia punya itu, baginya ia hanyalah seorang laki-laki cacat yang tak layak diperhitungkan, dimatanya semua orang memandang hina dan mendang sebelah mata padanya. Ia terlalu menilai rendah dirinya.

Akan tetapi berbeda dengan seorang wanita yang sebut saja ia Miss N. Seorang wanita muda yang cerdas dan cantik, berperawakan tinggi dan ideal, berkulit putih dengan rambut hitamnya yang lurus sebahu. Ia telah hidup mandiri melalui penghasilan pekerjaannya yang memiliki jabatan tinggi yang jelas ia sungguh hebat. Mendengar deskripsi akan dirinya kita dapat berasumsi bahwa ia adalah orang yang mungkin memiliki hidup yang hampir sempurna dan dengan semua itu pastinya ia percaya diri. Pada kenyataannya memang demikan. Namun sayang, semua itu telah memunculkan berjuta ego baginya. Ia terlalu mengagungkan potensi yang ada pada dirinya hingga memandang mudah semua masalah.

Begitupula dihadapan rekan-rekannya, ia tak sungkan-sungkan merendahkan orang lain ataupun menjelekkan atasannya sendiri. Hingga orang-orang sering berkata "Memangnya siapa dia berani berkata seperti itu?" " Kasihan, Ia sudah tidak mengenali dirinya lagi" Semua orang telah mencapnya dengan label orang yang angkuh dan tidak tahu malu begitu terbalik dengan penilaiannya pada diri sendiri.

Kisah di atas adalah contoh ketidak akuratan penilaian diri sendiri. Dalam psikologi terdapat sebuah konsep tentang pengenalan diri yang disebut sebagai Johari Window atau Jendela Johari. Nah didalamnya terdapat 4 macam bentuk jendela. Yaitu :
  • Jendela terbuka. Hal-hal yang kita tahu tentang diri sendiri, tapi orang lain pun tahu. Misalnya keadaan fisik, profesi, asal daerah, dan lain-lain.
  • Jendela tertutup. Hal-hal mengenai diri kita yang kita tahu tapi orang lain tidak tahu. Misalnya isi perasaan, pendapat, kebiasaan tidur, dan sebagainya.
  • Jendela buta. Hal-hal yang kita tidak tahu tentang diri sendiri, tapi orang lain tahu. Misalnya hal-hal yang bernilai positif dan negatif pada kepribadian kita.
  • Jendela gelap. Hal-hal mengenai diri kita, tapi kita sendiri maupun orang lain tidak tahu. Ini adalah wilayah misteri dalam kehidupan.
Dan menurut saya penilaian pada seseorang termasuk pada "Jendela Buta" dan ini menjadi alasan mengapa sering kali penilaian diri kita tidak sesuai dengan keadaan atau penilai dari orang lain. Bukankah kebanyakan dari kita lebih mudah membuat daftar hal negatif pada diri kita dibandingkan dengan hal positif namun terkadang juga kita lebih mudah membicarakan hal positif pada diri kita daripada hal negatif. Dan menurut saya lagi hal ini karena "Jendela Buta" bahwa terkadang hal-hal positif dan negatif pada diri kita lebih mudah dinilai oleh orang lain dan sangat sulit kita ketahui.
Namun bagaimana bila asumsi kita terlalu jauh dengan apa yang ada pada kenyataan? Lalu, siapa diri kita sebenarnya? Apa yang kita tahu betul tentang diri kita? Apakah kita tahu tentang kelemahan dan kekuatan kita? Dan apa yang kita kira kita tahu tentang diri sendiri itu lantas terbukti atau sesuai dengan kenyataan? Kalau itu kelebihan, apakah orang lain juga mengakuinya? Dan kalau itu kita kira sebagai kekurangan, apakah orang lain juga mengakui itu kekurangan kita?

Semakin mendekati jarak antara kenyataan dengan apa yang kita asumsikan tentang diri kita, itu berarti baik karena kita mengenal diri sendiri. Begitu pula sebaliknya. Semakin jauh jarak antara kenyatan dengan apa yang kita perkirakan tentang diri sendiri, artinya buruk sekali pengenalan diri kita.

"Lalu untuk apa kita mengenali diri sendiri?"

Apa kalian pernah mendengar atau mengetahui cerita tentang sebuah kereta yang dengan susah payah-lambat dan tersendat-pergi naik ke atas bukit. Lokomotif itu berkata pada keretanya sendiri "Aku bisa ! Aku bisa ! Aku bisa !" hingga akhirnya kereta itu pun berhasil naik. Nah seandainya lokomotif itu tidak yakin bahwa ia bisa itu berarti ia tidak mengenal potensi dirinya kalau sebenarnya ia bisa. Dan terbukti, dalam cerita ini lokomotif tersebut mengenal potensi dirinya dan ia yakin akan potensi itu hingga akhirnya ia berhasil meraih tujuannya.

"Lalu bagaimana dengan kita? Apa kita juga bisa?" Of course ! Why not? Seorang pengarang asal Amerika berkata ia menjadi seorang pemenang karena ia mengenal dirinya sebagai pemenang. Kita hanya perlu mengenal diri kita saja. Kenapa lokomotif itu bisa melakukannya sedangkan kita tidak? Bukankah kita adalah manusia-manusia hebat hasil karya Tuhan? Tuhan menciptakan kita begitu lengkap. Bukan saja organ tubuh, juga bukan sebuah nafas kehidupan, tapi Tuhan telah memberikan yang terbaik bagi kita, bahkan telah melengkapi kita dengan talenta-talenta tersendiri, dengan keunikan dan kemampuan yang berbeda-beda bagi setiap orang dengan tujuan agar kita bisa saling melengkapi. Namun hal ini hanya bisa kita temukan apabila kita telah mengenali diri kita sendiri.

Masih begitu jarang ada orang yang secara sungguh-sungguh ingin mengenali dirinya, padahal dengan mengenali diri sendiri kita dapat menemukan tujuan hidup, keterbatasan dan kelebihan yang ada pada kita khususnya sebuah potensi. Dengan mengenali potensi diri kita dapat lebih mengembangkan dan menentukan langkah-langkah yang dirasa "pas" untuk meraih apa yang kita impikan. Namun ironisnya, banyak orang yang tidak mengenali dirinya dan hanya duduk diam serta melihat kemampuan orang lain dengan tatapan iri, minder dan lain-lainnya.
Padahal bukankah kita semua memiliki apa itu yang disebut potensi? Ya jika saja ada keinginan untuk mengenali diri lebih dalam pasti kita akan menemukan apa itu potensi yang dapat kita olah dan dikembangkan untuk menuju awal kesuksesan. Tuhan telah membekali kita dengan segala kekurangan dan kelebihan yang bisa kita kembangkan.

Banyak orang yang kebingungan harus menjawab apa ketika ditanya apa potensi yang ia miliki. Mungkin memang sedikit sulit untuk menjawab hal ini, karena meskipun semua orang memiliki potensi hal itu tidak selalu menonjol sejak awal. Pada sebagian orang, potensi-potensi mungkin sudah terlihat semenjak ia kecil namun bagi sebagian lagi hal itu tidak terlihat. Seperti contoh saya sendiri saat kecil seakan tidak memiliki potensi apapun dan mungkin-menurut orang-orang terdekat-potensi ini barulah muncul akhir-akhir ini. Banyak cara mengetahui potensi diri, salah satunya dari kepribadian diri yang ada. Secara umum dan singkat tipe kepribadian manusia menurut

Psikolog dari Amerika yang terkenal dengan JL Holland dapat dibedakan dengan 6 macam, yaitu :

1. Tipe Kepribadian Konvensional
Ciri ciri dari kepribadian konvensional adalah : Bersikap hati-hati, mengikuti arus, metodis, efisien, cermat, tidak fleksibel , pemalu, tidak mau menonjolkan diri, patuh, teratur, tekun, praktis, cermat, sopan, tidak imajinatif. Pekerjaan yang cocok untuk tipe konvensional adalah : resepsionis, sekretaris, klerek, operator komputer dan akuntan.

2. Tipe Kepribadian Sosial
Ciri-ciri kepribadian konvensional adalah: menyukai orang, menikmati pergaulan, ramah, dermawan, suka menolong, baik hati, mudah berempati, persuasif, sabar, suka bekerja sama, bertanggungjawab bijaksana, hangat. Pekerjaan yang cocok untuk tipe ini adalah: Guru, ibu rumah tangga, konsultan manajemen

3. Tipe Kepribadian Investigative
Ciri-ciri Kepribadian investigative adalah rasional, analitis, kompleks, selalu ingin tahu, teliti, senang menyendiri, instrospektif, pemalu, penuh kehati-hatian, tidak terburu-buru, tidak terbawa emosi, tidak terlalu disukai orang. Pekerjaan yang cocok untuk tipe ini: ilmuwan, dokter, penerjemah, surveyor, peneliti, dosen

4. Tipe Kepribadian Artisitik
Ciri-ciri Tipe Kepribadian artisitik adalah tidak rapi, emosional, impulsive, tiakpraktis, mandiri, instrospektif, imajinatif, orisional, tidak senang, mengikuti arus, intuitif, peka, terbuka, disukai banyak orang. Pekerjaan yang cocok untuk tipe ini adalah: penulis, musisi, jurnalis, seniman, disainer, actor, kritikus seni.

5. Tipe Kepribadian Realistis
Ciri-ciri kepribadian realistis adalah tidak suka omong kosong, tidak suka mengumbar janji atau kata-kata , keras kepala, materialistis, praktis, menjauhi diri dari pergaulan social, sedikit bergaul, bersikap wajar tidak dibuat-buat, berterus terang, cenderung mengikuti arus, fleksibel, tekun dan cermat. Pekerjaan yang cocok untuk tipe ini antara lain : sopir, pilot, mekanik, juru masak, petani.

6. Tipe Kepribadian Pengusaha
Ciri-ciri tipe kepribadian pengusaha adalah gigih, ambisius, menyenangkan, mendominasi, menyukai petualangan, suka coba-coba, terkadang bertindak berlebihan, suka berbicara, penuh rasa percaya diri, sangat optimis, siap mencoba apapun. Pekerjaan yang cocok untuk kepribadian ini adalah : penjual, eksekutif, manajer, wiraswasta

Jadi kepribadian manakah kalian? Jadi sudahkah mengenali potensi kalian? Oh ya dengan catatan, jika tipe kepribadian dengan pekerjaan yang kalian inginkan atau potensi yang kalian miliki dirasa tidak cocok maka tipe kepribadian ini tidak perlu dijadikan panutan tapi coba itu jadi pembelajaran sehingga kita bias lenih mengenal siapa diri kita???

"Mengenali diri sendiri adalah kunci untuk mengenal dunia"
( Riz Raharyan )

Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar